10 Desember 2012
Pertama-tama lipatlah sebuah
kerta menjadi dua bagian sama besar secara horizontal. Kau akan menemukan makna
bahwa segala sesuatu pada mulanya selalu
merupakan sebuah persinggungan dari dua hal, dua peristiwa, dua kekuatan, dua
orang yang bertemu atau dipertemukan.
Kita tak akan pernah menemukan arti
kebahagiaan tanpa tanpa terlebih dahulu bersinggungan dengan rasa sakit, rasa
perih. Seperti kita maklumi, Adam akan kesepian tanpa Hawa, dan kisah hidup
manusia tak mungkin dimulai. Barangkali waktu jadi beku dan semesta hanyalah
ruang hanyalah ruang hampa yang tak
memiliki apa-apa, hidup tak mencipta gerak, gerak tak menyusun peristiwa, dan
peristiwa tak pernah membentangkan kisah macam apapun.
Maka, lipatlah sebuah kertas
menjadi dua bagian yang sama. Pertemukanlah antara dua sisi dengan sisis
lainya. Lihatlah, kau mulai mencipta gerak, dan kau segera tahu bahwa hidup
berikutnya segera dimulai, sebuah lakon mulai dimainkan.
Kemudian, lipatlah kertas yang
terlipat dua tadi dengan sebuah lipatan lain secara vertical. Maka kau akan
menjumpai kenyataan bahwa peristiwa selalu merupakan resultan dari
persinggungan titik-titik takdir yang dimiliki sejumlah orang, dua atau lebih.
Seseorang memiliki takdirnya
sendiri sebagaimana seseorang lainya. Takdir mereka berjalan berdasarkan natur
tertentu, pada track tertentu, sampai pada sebuah kemungkinana tertentu bahwa
mereka berpapasan, beririsan, bersinggungan dengan yang lain. Disanalah Adam
menemukan makna “pertemuan”, sebagaimana pertama kali ia menjumpai Hawa pada
tatapan pertamanya disurga, yang memebuat detik hidupnya berdetak!. Di sanalah
hidup dimulai sebagai fusi sinergis yang harmonis antara takdir seseorang
lainya, sebagai jejaring takdir yang membentang , “hidup”.
Kini, lepaskanlah lipatan kedua,
maka kau akana menemukan sebuah pola berupa garis lurus vertical. Garis itulah
yang akana menjadi “gurat” yang menentukan peristiwa-peristiwa berikutnya. Semacam
jejak yang ditinggalkan sebab memang “harus” ditinggalkan. Gurat itulah yang
akan menuntun hidup pada sebuah kerja perbaikan, upaya untuk menentukan “sikap
yang lain”.
Adam dan Hawa terusir dari surga
setelah menggigit ‘buah pengetahuan’, lalu surga menjelma menjadi semacam
“jejak” atau “gurat” bagi seluruh “kerja perbaikan”, bagi mereka berdua dalam
rangka menempuh hidup mereka selanjutnya. Kelak jejak itu pulalah yang
senantiasa mereka lacak sepanjang hidupnya, “pulang”.
Tariklah sisi kiri dan kanan atas
kertas tadi menjadi sebuah lipatan berbentuk segitiga, pertemukanlah ujung
lipatanya tepat ditengah-tengah garis vertical tadi. Inilah perjalanan kembali
melacak jejak: Setelah perpisahan, kadang hidup memang harus dijalani dengan
keteguhan dan pilihan hati masing-masing kita, sampai suatu hari kita bertemu kembali
atau dipertemukan kembali. Itulah yang dirapalkan Adam dan Hawa dalam
pemgembaraan mereka masing-masing untuk “saling menemukan”. Hingga kelak mereka
kembali bertemu, atau dipertemukan, digunung cahaya.
Pada bagian bawah yang tersisa,
buatlah lipatan segitiga kecil hingga ujungnya bersinggungan dengan segitiga di
atasnya. Lakukan di kedua sisinya, juga dibagian sebaliknya. Hingga kau dapati
sebuah segitiga sama kaki berbentuk mirip caping petani.
Pada titik tertentu, seperti
sekarang, kau akan melihat hidup sebagai konfigurasa peristiwa yang pada giliranya
membentuk sebuah kontinen makna. Seperti bentuk yang kau dapatkan sejauh ini, dari
sejumlah kerja lipat-melipat yang kau lakukan. Kau cukup bahagia sejauh ini,
bukan? Ya begitulah, ada beberapa peristiwa yang membuat mu sedih, bebas,
bahagia, atau hampa. Di sini, barangkali memaknai hidup sama seperti menikmati
sebuah lukisan abstrak: Kadang hidup bukan untuk dihitung, tapi diperhitungkan.
Bukan untuk dipikir, tapi dirasa. Seperti menebak judul sebuah lukisan abstrak:
Kadang-kadang hidup tak perlu diberi “judul”, cupuk jalani saja.
Ada sebuah runag yang tercipta di
tengah-tengah bentuk segitiga sama kaki yang kau pegang saat ini. Bukalah dari
bagian bawahnya, lalu pertemukan sudut kiri bawah dan kanan bawah segitiga itu,
kau akan mendapati sebuah bentuk yamg lain. Wajik. Inilah bagian terpenting
dari keseluruhan perjalanan, saat setiap ruas saling menggenapkan. Saat satu
peristiwa menghubungkan diri dengan peristiwa lainya hingga terbaca sebuah
cerita. Peristiwa yang membuatmu tertawa terbahak-bahak pada suatu hari,
membuat mu tersenyum getir dihari yang lain, peristiwa yang pernah membuat mu
menangis sesenggukan berangkali juga menjadi peristiwa yang membuat mu merasa
bebas diwaktu yang lain. Hidup ada soal mengalami dan merasakan peristiwa dan
cerita-cerita yang membuat kita menjadi manusia seutuhnya..
Tak ada yang abadi kecuali
ketidakabadian itu sendiri. Kebahagiaan hanyalah satu sisi dari wajah lain
kesedihan, seperti “tertekan” kadang-kadang juga merupakan nama lain dari rasa “bebas”.
Di bagian seperti ini, seseorang yang rela membaca kembali jejak dan peristiwa
yang tertinggal akan bisa membaca hampir keseluruhan peristiwa, keseluruhan
cerita. Ketika seluruh cerita terbaca, seluruh peristiwa terlacak..
Pada bagian akhir, lipatlah
bagian bawah wajik itu ke atas, lakukan juga dibagian sebaliknya. Kau akan
mendapati segitiga yang lain. Lalu, lakukan hal yang sama seperti ketika kau
melipat bagian bawah segitiga menjadi berbentuk wajik. Kini kau punya sebuah
wajik yang indah, yang berbentuk dari
sejumlah konfigurasi apik lipatan demi lipatan. Tepat di bagian atas, kau
memiliki dua bagian rekah seperti kuncup, tariklah kuncup itu menjauh. Dan kau
akan mendapati…
Perahu Kertas.
Di sana, sadarilah. Setiap
detiknya, hidup adalah perjalanan menemukan bentuk. Seberapa jauh manusia harus
berjalan untuk bisa disebut sebagai manusia? Berapa peristiwa yang harus
dialami untuk bisa mengerti semuanya? Hanya kamu yang tahu, setiapa orang punya
kuasa atas hidupnya sendri-sendiri, atas perahu kertasnya sendiri..
Selanjutnya, setiap orang selalu butuh teman untuk berlayar,. Itulah
sebabnya akau butuh kamu, seseorang yang akan menemani ku berlayar, melacak
jejak “pulang”..menuju surga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar