Jumat, 18 Januari 2013

perahu kertas


                                                                                                                                     10 Desember 2012

Pertama-tama lipatlah sebuah kerta menjadi dua bagian sama besar secara horizontal. Kau akan menemukan makna bahwa segala sesuatu pada mulanya  selalu merupakan sebuah persinggungan dari dua hal, dua peristiwa, dua kekuatan, dua orang yang bertemu atau dipertemukan.

Kita tak akan pernah menemukan arti kebahagiaan tanpa tanpa terlebih dahulu bersinggungan dengan rasa sakit, rasa perih. Seperti kita maklumi, Adam akan kesepian tanpa Hawa, dan kisah hidup manusia tak mungkin dimulai. Barangkali waktu jadi beku dan semesta hanyalah ruang  hanyalah ruang hampa yang tak memiliki apa-apa, hidup tak mencipta gerak, gerak tak menyusun peristiwa, dan peristiwa tak pernah membentangkan kisah macam apapun.

Maka, lipatlah sebuah kertas menjadi dua bagian yang sama. Pertemukanlah antara dua sisi dengan sisis lainya. Lihatlah, kau mulai mencipta gerak, dan kau segera tahu bahwa hidup berikutnya segera dimulai, sebuah lakon mulai dimainkan.

Kemudian, lipatlah kertas yang terlipat dua tadi dengan sebuah lipatan lain secara vertical. Maka kau akan menjumpai kenyataan bahwa peristiwa selalu merupakan resultan dari persinggungan titik-titik takdir yang dimiliki sejumlah orang, dua atau lebih.

Seseorang memiliki takdirnya sendiri sebagaimana seseorang lainya. Takdir mereka berjalan berdasarkan natur tertentu, pada track tertentu, sampai pada sebuah kemungkinana tertentu bahwa mereka berpapasan, beririsan, bersinggungan dengan yang lain. Disanalah Adam menemukan makna “pertemuan”, sebagaimana pertama kali ia menjumpai Hawa pada tatapan pertamanya disurga, yang memebuat detik hidupnya berdetak!. Di sanalah hidup dimulai sebagai fusi sinergis yang harmonis antara takdir seseorang lainya, sebagai jejaring takdir yang membentang , “hidup”.

Kini, lepaskanlah lipatan kedua, maka kau akana menemukan sebuah pola berupa garis lurus vertical. Garis itulah yang akana menjadi “gurat” yang menentukan peristiwa-peristiwa berikutnya. Semacam jejak yang ditinggalkan sebab memang “harus” ditinggalkan. Gurat itulah yang akan menuntun hidup pada sebuah kerja perbaikan, upaya untuk menentukan “sikap yang lain”.

Adam dan Hawa terusir dari surga setelah menggigit ‘buah pengetahuan’, lalu surga menjelma menjadi semacam “jejak” atau “gurat” bagi seluruh “kerja perbaikan”, bagi mereka berdua dalam rangka menempuh hidup mereka selanjutnya. Kelak jejak itu pulalah yang senantiasa mereka lacak sepanjang hidupnya, “pulang”.

Tariklah sisi kiri dan kanan atas kertas tadi menjadi sebuah lipatan berbentuk segitiga, pertemukanlah ujung lipatanya tepat ditengah-tengah garis vertical tadi. Inilah perjalanan kembali melacak jejak: Setelah perpisahan, kadang hidup memang harus dijalani dengan keteguhan dan pilihan hati masing-masing kita, sampai suatu hari kita bertemu kembali atau dipertemukan kembali. Itulah yang dirapalkan Adam dan Hawa dalam pemgembaraan mereka masing-masing untuk “saling menemukan”. Hingga kelak mereka kembali bertemu, atau dipertemukan, digunung cahaya.

Pada bagian bawah yang tersisa, buatlah lipatan segitiga kecil hingga ujungnya bersinggungan dengan segitiga di atasnya. Lakukan di kedua sisinya, juga dibagian sebaliknya. Hingga kau dapati sebuah segitiga sama kaki berbentuk mirip caping petani.

Pada titik tertentu, seperti sekarang, kau akan melihat hidup sebagai konfigurasa peristiwa yang pada giliranya membentuk sebuah kontinen makna. Seperti bentuk yang kau dapatkan sejauh ini, dari sejumlah kerja lipat-melipat yang kau lakukan. Kau cukup bahagia sejauh ini, bukan? Ya begitulah, ada beberapa peristiwa yang membuat mu sedih, bebas, bahagia, atau hampa. Di sini, barangkali memaknai hidup sama seperti menikmati sebuah lukisan abstrak: Kadang hidup bukan untuk dihitung, tapi diperhitungkan. Bukan untuk dipikir, tapi dirasa. Seperti menebak judul sebuah lukisan abstrak: Kadang-kadang hidup tak perlu diberi “judul”, cupuk jalani saja.

Ada sebuah runag yang tercipta di tengah-tengah bentuk segitiga sama kaki yang kau pegang saat ini. Bukalah dari bagian bawahnya, lalu pertemukan sudut kiri bawah dan kanan bawah segitiga itu, kau akan mendapati sebuah bentuk yamg lain. Wajik. Inilah bagian terpenting dari keseluruhan perjalanan, saat setiap ruas saling menggenapkan. Saat satu peristiwa menghubungkan diri dengan peristiwa lainya hingga terbaca sebuah cerita. Peristiwa yang membuatmu tertawa terbahak-bahak pada suatu hari, membuat mu tersenyum getir dihari yang lain, peristiwa yang pernah membuat mu menangis sesenggukan berangkali juga menjadi peristiwa yang membuat mu merasa bebas diwaktu yang lain. Hidup ada soal mengalami dan merasakan peristiwa dan cerita-cerita yang membuat kita menjadi manusia seutuhnya..

Tak ada yang abadi kecuali ketidakabadian itu sendiri. Kebahagiaan hanyalah satu sisi dari wajah lain kesedihan, seperti “tertekan” kadang-kadang juga merupakan nama lain dari rasa “bebas”. Di bagian seperti ini, seseorang yang rela membaca kembali jejak dan peristiwa yang tertinggal akan bisa membaca hampir keseluruhan peristiwa, keseluruhan cerita. Ketika seluruh cerita terbaca, seluruh peristiwa terlacak..
Pada bagian akhir, lipatlah bagian bawah wajik itu ke atas, lakukan juga dibagian sebaliknya. Kau akan mendapati segitiga yang lain. Lalu, lakukan hal yang sama seperti ketika kau melipat bagian bawah segitiga menjadi berbentuk wajik. Kini kau punya sebuah wajik  yang indah, yang berbentuk dari sejumlah konfigurasi apik lipatan demi lipatan. Tepat di bagian atas, kau memiliki dua bagian rekah seperti kuncup, tariklah kuncup itu menjauh. Dan kau akan mendapati…
Perahu Kertas.

Di sana, sadarilah. Setiap detiknya, hidup adalah perjalanan menemukan bentuk. Seberapa jauh manusia harus berjalan untuk bisa disebut sebagai manusia? Berapa peristiwa yang harus dialami untuk bisa mengerti semuanya? Hanya kamu yang tahu, setiapa orang punya kuasa atas hidupnya sendri-sendiri, atas perahu kertasnya sendiri..

Selanjutnya, setiap orang selalu butuh teman untuk berlayar,. Itulah sebabnya akau butuh kamu, seseorang yang akan menemani ku berlayar, melacak jejak “pulang”..menuju surga   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar