Rabu, 01 Oktober 2014

ketika



Semua rasa ini hanya berlandaskan cinta dan ketulusan, aku berharap tak ada rasa sakit.
Meski aku tau untuk semua yang bernama jatuh pasti akan ada nama sakit didalamnya.Namun di dalam sakit ku pun aku masih percaya bahwa ini merupakan pelajaran untuk membuat lebih kuat
Namun, aku tak pernah sadar untuk rasa ini yang aku simpan ternyata menimbulkan penyakit
Iya penyakit untuk hati ku sendiri.

Aku masih yakin itu akan membuat ku kuat, tapi tak sekuat yang kamu bayangkan.

Aku harus menuliskanya lagi, saat tak ada telingga yang mau menerima bisikan ku, karena trnyata hati ku juga sudah tak mau menyimpannya lagi.
Terkadang pikiran itu mengusik ku , "menjaga hati atau mendengarkan kata hati"

Dan terkadang aku berkata pada sebuah hati ini, kenapa selalu meberiku pilihan yang teramat sulit.

Di suatu ketika
Aku mendengarnya berkata “ mungkin dia belum bisa melupakan masa indah yg pernah dia lalui waktu itu, dan dia berharap masih bisa mewujudkan mimpinya bersama dia yang selalu ada dihatinya. Dan kamu.. kamu hanyalah pengisi untuk hari hari nya , bukan hati nya. Karena dia kosong dia mengijinkan mu mengisinya. Tidak lebih dari itu”
Harus berapa puluh orang lagi yang mengatakan hal yang sama untuk membuat ku sadar akan hal itu?.

Aku tak pernah bisa menjawab nya dan seperti mu yang “tak ingin”, aku juga tak ingin menjawab nya atau bahkan mencari jawabanya, karna aku terlalu percaya pada waktu
Atau perkataan yang selalu aku jawab dengan senyuman “ apa rasa mu membuat mu sudah tak bisa lagi merasakan sakit hati?”
Sekali lagi harus keberapa ratus orang aku memberikan senyum ku untuk pertanyaan yang sama.

Aku bersyukur dan teramat bersyukur “ketika” sang pemilik waktu mengijinkan kita bertemu, hingga wakyu menjadi sahabat setia ku menemani dalam penantian
“Penantian? Hingga sampai kapan kamu mau menjadi seorang penanti yang buta, bahwa yang kamu nantkan tak mengaharapkan mu, menjadi seorang penanti yang tuli bahwa rintihan suara yang menanti mu, ahruskah kau sebuta dan setuli itu?”
 Dan beribu suara dengan menyurakan suara yang sama, aku hanya bisa diam. Diam dan berdoa andai kamu mendengarnya, aku tak akan sebuta dan setuli ini.

Bahkan saat aku memilih setia, tak membukakan hati, membuaka telinga, mata dan ksempatan untuk orang lain. Bukan sesuatu hal yang mudah untuk sebaliknya yang aku terima, tapi aku menjalaninya dengan ikhlas. hanya itu 
Coba tanyakan siapaun yang bernama perempuan, pasti semua menjawab tak ada yang tak ingin dicintai, diperjuangkan, diusahakan, begitu pula aku, tapi aku menolaknya, karna aku memilih dari mu. "bodoh", mungkin, tapi aku tak pernah menyesalinya, menyesali apa yang akhirnya membuat mereka mengatakan bahakan menganggap ku seperti itu.

Jika aku keterlaluan menjaga mu aku percaya kamu tak akan seketerlaluan untuk hal sebaliknya.
Meski di tempat mana aku menabur belum tentu aku menuai di tempat yang sama, meski secara logika harusnya seperti itu bukan


Untuk seketika
Aku memberanika diri melawan panas dan menari bersama hujan, aku tak merasakan kulit ku terbakar ketika aku harus berjalan menghampiri mu. Atau aku tak bisa merasakan rasa sakit rintik hujan yang menusuk kulit ku saat aku harus berlari menjumpai mu. Karna aku tak ingin kamu merasakan apa itu menunggu, dan tak pernah aku ingin kamu tau apa itu arti menunggu.

Aku tak akan menjelaskanya atau menuliskanya bahkan tak pernah berharap kamu merasakanya. Cukup aku

Aku mampu memahami semua kata mu, untuk membawanya dalam mimpi. Mimpi  kita, kata mu.
Namun  tekadang di waktu tertentu aku terisak, bahwa aku berada di realita dan bukan mimpi.

Aku mampu mempertahankan dan memperjuangkan ini bukan semata mata untuk apa yang mereka katakan dan untuk apa yang mereka tak ingin dengar. aku mealangkah dengan apa yang membuat ku merasa lebih baik, yaitu kamu

Klise? terserah, tapi aku tak akan mempertahankan untuk apa yang membuat ku jauh menjadi seseorang yang lebih buruk, aku berjalan kedepan karna di jalan sebelumnya aku mendapat yang baik dan aku trus berjalan karna aku percaya bahwa akan menjadi lebih baik lagi. dan di jaan ku itu selalu ada kamu
meski bukan kehadiran mu, meski hanya sosok mu itu cukup membuat ku merasa lebih baik.

Hingga di ketika ini
Aku terlalu pengecut untuk bertanya lebih tentang kamu, rasa mu.
Bertanya tentang ku, arti ku untuk mu. Setuli apa aku untuk suara mereka aku masih bisa mendengar kenyataan yang sampai saat ini masih menjadi tanda tanya besar untuk ku.
Sebuta aku untuk keberadaan mereka. Aku masih bisa melihat bahwa tak aku di hati mu.
Aku hanya ingin itu. Tak melihat juga mendengar, tapi merasakan kesungguhan mu, keyakinan mu.
Bahwa kamu pantas untuk selalu ku sebut dalam pagi hingga malam saat aku berbincang dengan dengan Nya.

Aku tau terlalu menyakit kan jika aku berkata ini dan itu, seolah aku mendekte mu untuk menjadi yang seperti ku mau, sedangkan aku bertahan hingga saat ini karna aku bisa menerima mu dengan segala kekurangan dan juga kelebihan yang menempel sekaligus melengkapi ku.

Tapi jujur aku lelah untuk menenangkan semua terikan ini, untuk menyekapnya. Karna aku takut di suatu ketika terikan ini terlepas tanpa terkendali, aku tak ingin itu. aku ingin benar benar dan benar tuli baik pendengaran ku maupun telinga ku, aku tak igin mendengarnya, bahkan ikut merasaknnya, karna percayalah. itu tak mudah.

Tak mudah menyerahkan segala nya untuk mu, tapi aku sadar aku melakukanya, bahkan tak aku selali. karna kamu tau, aku percaya kamu bisa menjaga ku bersama kepercayaan yang telah sepenuhnya aku berikan.

Dan itu hanya karna aku ingi memberikan yang terbaik, yang ingin aku berikan agar kamu bahagia, hanya itu. tapi jika percaya ku kau buang, tak apa. aku belajar dari yang aku terima, dari kamu dan untuk mu.

Sampai seketika nanti aku berkata
“jika aku sudah menutup pintu ini, dan kamu baru menyadari bahwa aku sudah tak bisa membukanya, itu bukan resiko mu tapi resiko ku, karna aku yang memilih. Seperti
Ketika berhari hari aku selalu berdiri di depan pintu yang aku buka lebar dan kamu tak pernah menyadari untuk melihat ku disni, itu bukan merupakan resiko mu tapi resiko, karna aku yang memilih untuk seperti ini. Menanti.”

Bahkan untuk pintu yang selalu aku buka sampai nanti dan kamu masih sama, tak mau melihat ku. Itu juga merupakan pilihan ku untuk menerima resiko ku.

Aku juga ingin kamu mengambil resiko untuk ku, meski aku tak tau apa arti resiko untuk mu. Meski aku mungkin tak sepaham untuk apa arti perjuangn dan usaha menurut mu.

Bahkan ketika

Semua orang berkata kita berbeda, dan tak bisa menjadi satu, tapi aku selalu berkata pada mu dengan yakin “karna perbedaan ini yang akan menjadikan satu”.

Alasan ku? Hanya doa ku. Dan tak ada yang bisa memaksa ku, termasuk kamu,.
Aku menyimpanya rapat serapat ini, sampai aku sendiri kehilangan alasan yang aku simpan, hingga tak bisa menjawabnya. mungkin itu yang tepat, entahlah.

Bukan karna mengagumi, yang seperti orang orang akui tentang mu, meski  aku juga mengakuinya untuk apa yang melekat pada mu, kharisma. Bukan pula pelampiasan, karna menurut ku tak perlu ada alasan untuk kata itu , dari apa dan dari siapa. Tak ada.

Dan hingga sampai disaat ini, di waktu ini aku tak ingin mengatakan apapun, bercerita apapun, menyimpulkan apapun atau menuliskan apapun, apapun tentang aku.
Aku hanya masih ingin diam dalam doa untuk suatu ketika yang akan menjadi nyata bukan mimpi atau bayangan.

yang terbaik untuk apapun, untuk yang bernama suatu ketika nanti