Sabtu, 23 November 2013

beda



Aku sering menyebutnya “beda”. Aku sering menjelaskanya “tak sama”. Beda dan tak sama, itu aku dan kamu. Tak sama dan beda, itulah kita. Jika memang berbeda kenapa menjadi kita? Bukankah aku dan kamu menyatu menjadi kita  karena ada kesamaan? Lalu? Kenapa?. Aku yakin kamu juga sering bertanya dalam hati mu, aku juga sering bertanya dalam hati ku. Mungkin ini yang menjadi kita. Sama-sama bertanya dalam hati kita. Aneh 

Apa yang sering kamu tanyakan pada Tuhan mu, apa iya sama, dengan apa yang sering aku tanyakan pada Tuhan ku?. Kamu bertanya apa? Kamu bertanya kenapa ada berbedaan?, aku juga bertanya seperti itu. Kamu bertanya kenapa dipertemukan dengan ku?, sama aku juga menanyakan itu. Kamu bertanya dengan cara apa agar berbedaan ku dan berbedaan mu bisa disatukan?, aku juga. Lalu, kamu sudah mendapatkan jawaban?, aku juga belum mendapat jawaban dari Tuhan ku. Atau mungkin kita harus bertanya pada Tuhan yang sama?, tapi semua orang tahu bahwa Tuhan kita beda. Jujur aku sendiri tak yakin jika Tuhan kita berbeda. Kita sama-sama manusia yang lengkap dengan segala acecoris yang menempel dalam hidup kita, kita sama, kita manusia, memiliki mata, hidung, telinga, mulut, tangan, kaki, tubuh, dan hati. Bukankah berarti pencipta kita juga ada satu? Tuhan maksud ku. Cobalah berfikir sejenak untuk hal ini. Benarkan? Tuhan itu Cuma ada satu, jalan kita yang tidak hanya satu. Lagi-lagi kenapa harus ada jalan yang berbeda. Beda..beda..beda..

Apa kamu lelah? Aku juga. Tapi anugrah ini yang membuat ku kuat. Kita sudah terlalu jauh berjalan, tapi juga tak menemukan ujung jalan ini, ah jangankan menemukan melihatnya pun aku belum. Diujung yang mana kita bisa menjadi satu?. Diujung kiri? Atau diujung kanan? Jika ujungnya dikiri maukah kamu melompat kesini? Aku yakin itu membutuhkan tenaga yang ekstra. Dan jika ujungnya dikanan? Aku sendiri tak yakin apa aku bisa melompati tembok tinggi itu. Kenapa tak kita robohkan saja tembok itu? Aku ingin merobohkanya, apa kamu tau caranya? Tapi tembok itu terlalu kuat, terlalu tinggi, aku pesimis jika kita hanya berdua saja akan bisa merobohkanya, tapi hanya kita berdua yang membutuhkan itu. Aku juga tak mau memaksa menarik mu berada dijalan ku, aku takut tangan mu sakit dan terluka. Kamu juga tak bisa menarik ku ke jalan mu, karena aku juga tak mau sedih dan menangis. Apakah yang menyangkut kepercayaan bisa terselesaikan dengan pemikiran. Imposible

Coba kita bertanya pada Tuhan yang sama




kamu, pelengkap kita



Masih dicerita yang sama, dan masih dikesempatan yang sama. Kesempatan tidak datang untuk kesekian kali. Bukan hanya dua atau tiga bahkan empat. Entahlah. Bukan aku menyerah, sampai saat ini, saat hanya jarak yang begitu nyata yang bisa aku lihat. Aku masih menunggu mu. Aku masih menanti mu. Untuk kembali menjadi kita. Meski sampai dengan jarak yang tak bisa ku lihat lagi, aku tak tahu apa kamu juga seperti ku. Menunggu ku. Menanti ku. Untuk menjadi kita lagi

Meski semua sudah terlihat dan terlalu mudah untuk dibaca, tanpa ada kata, aku tau apa yang terjadi bahkan apa yang kamu rasa meski kamu terlalu sungkan untuk mengatakanya. Aku hanya bisa menerima. Menerima semua kenyataan yang tak bisa ku hindari. Kenyataan yang menyakitkan tapi yang sekaligus menjadikan kuat. Benarkan bukan aku yang kuat, tapi kamu yang menjadikan ku kuat. Kamu yang hebat, dan terhebat 

Tanpa aku katakan bahwa ini berat untuk ku, aku tau kamu pasti mengerti. Siapa perempuan yang ingin kisahnya seperti ini, tak ada. Aku juga. Tak mau. Tapi sekali lagi, aku hanya bisa menerima. Menerima keputusan mu. Bukan aku tak punya pendirian, aku hanya ingin tau sebagai seorang laki-laki kamu akan bersikap apa. Bukankah seorang laki-laki pada akhirnya harus menjadi pemimpin dalam keluarganya? Dan harus memiliki sikap sebagai seorang pemimpin yang bertanggungjawab, aku hanya ingin melihatnya dari mu, meski itu terlalu jauh, tapi bukankah hidup kita pastinya akan melangkah kedepan. Atau mungkin kebelakang?. Dan cukup aku tau. Aku tak bisa marah, kamu sadar itu, aku hanya kembali lagi bersabar. Jika ini keputusan mu, ingin mu, dan mau mu, aku menghargai mu. Jika kamu ingin diam aku juga akan diam. Aku mengikuti mu. Sebagai perempuan.

Aku tak ingin ini, percayalah aku tak ingin ini. Tak ingin seperti ini. Tak ingin berdiam seperti ini, tak ingin tak ada kabar seperti ini. Tak ingin tak ada perjumpaan seperti ini. Aku tak ingin ini, tak ingin tak ada untuk mu saat banyak hal yang harus kamu lewati, aku ingin ada bersama mu, melewati banyak hal bersama mu. Aku tak ingin, tak ingin melewati banyak hal yang kamu harus lewati sendiri, meski aku yakin kamu bisa, meski aku juga harus tau bahwa kamu tak inginkan aku, aku ingin saat ini ada untuk mu. Begitu juga dengan ku, entah kamu menginnginkanya atau tidak aku ingin kita. Untuk saat terbesar ku, aku ingin melewatkanya bersama mu, membagikanya dengan mu. Untuk saat terberat ku, aku butuh  suara mu sebagai semangat ku, aku perlu tatapan mu yang menenangkan ku, tangan mu yang menggenggam ku, peluk mu yang menghangatkan ku, juga butuh kaki ku untuk aku menyadari bahwa aku tak sendiri untuk melewati ini. Tapi jika yang aku inginkan tak bisa aku dapatkan, biarkan aku meminjam bayangan mu untuk memotivasi ku bahwa aku juga bisa melewati proses ku, dan berterimakasih pada mu, karena meminjamkanku sosok mu yang telah membuat ku berhasil meraih impian ku

Jika kamu ingin satu jangan ambil dua, karena ganjil menglengkapi dan genap adalah bencana. Seperti kamu, aku juga. Lelah untuk membahas ini. Bukan aku tak mengerti, percayalah aku sangat mengerti. Bukan aku juga tak paham, aku sangat paham, jika kamu berkata itu hanya teman. Hanya saja, aku punya alasan kenapa aku tak pernah bisa mengerti dengan apa yang kamu ucapkan, karena ternyata semua berbeda dengan apa yang kamu perlihatkan. Aku tak menyalahkan mu, karena aku yang salah. Salah karena tak bisa mengerti. Salah karena ternyata aku hanya membuat mu lelah. Salah karena ternyata aku pada akhirnya hanya membuat mu kesal.

            Maaf. Aku kira kehadiran ku bisa membuat mu sedikit bernafas  meski banyak tanggungjawab yang membuat mu sesak. Aku kira tawa ku bisa menghibur mu saat kamu sedih. Aku kira bahu ku bisa membantu mu meringankan kelelahan mu. Aku kira peluk ku bias menghangatkan mu, saat kamu menggigil karena rutinitas mu yang padat. Aku kira telingga ku bisa menjadi pendengar yang baik untuk sekedar mendengarkan keluh dan warna hari mu. Aku kira mulut ku bisa menguatkan mu untuk segala masalah yang membuat mu resah. Aku kira mata ku bisa menyalurkan semangat untuk mu saat kekhawatiran menginginkan mu jatuh.  Aku kira genggaman tangan ku bisa sekedar mengingatkan mu bahwa aku ada disini. Aku kira kedua kaki ku juga membuat mengerti bahwa kamu tak pernah sendiri . dan aku kira rasa ku bisa membuat mu yakin bahwa aku tak pernah ingin mengakhiri ini semua. Maaf, karena aku hanya memakai pemikiran ku, tanpa bertanya. Tapi lebih dari yang kamu tulis aku tau seperti apa arti hadir ku untuk mu

Tak mudah, tapi mungkin juga tak sulit, yang biasa merubah ku menjadi kebiasaan. Walau orang hanya melihatnya seperti hal biasa, tapi aku mengartikanya menjadi luar biasa. Pertemuan kita yang terkalahkan oleh mereka yang berjarak. Komunikasi kita yang terkalahkan oleh mereka yang terpisah. Aku dengar banyak orang yang bilang bahwa ini tak baik. Tapi aku bisa, meski sulit. Tapi aku baik-baik saja, meski harus menahan rasa rindu. Dan kamulah yang membuat ku bertahan, dan keyakinan ku akan kamulah yang membuat ku dengan baik melewati ini, meski banyak orang diluar sana yang meragukan, bahkan meramalkan akan berakhir seperti apa kisah kita. Dan disaat seperti itu, saat banyak kata yang menyakitkan untuk aku dengar, saat banyak kata yang ingin aku keluarkan untuk membuat mereka paham, aku hanya bisa diam. Diam. Dan dalam hati aku berdoa, andai kamu ada disini, bersama ku, pasti mereka yakin bahwa ini semua bukan permainan.

Meski aku hanya ingin kita, aku tak bias memaksanya. Aku terlalu ikhlas untuk semua kepergiaan yang harus aku relakan. Bukan aku tak berusaha menahannya, tapi aku hanya manusia yang sama seperti mu, yang hanya berperan tanpa harus memilih peran. Bukan aku yang memebuat ceritanya seperti ini, namun aku sadar jika semua telah menjadi seperti ini. Jika aku diberi satu kesempatan, aku hanya ingin memiliki kesempatan selalu ada untuk mu, hanya itu. Seperti saat ini saat aku tak memiliki kesempatan itu, saat aku tak bisa ada untuk mu, aku hanya diberikan kesempatan untuk selalu membawa nama mu dalam daftar permohonan ku. Dan aku hanya memohon, untuk Tuhan selalu ada untuk mu, meski aku tak ada. Jika waktu juga memberikan pilihan, untuk ku bisa kembali bersama mu atau untuk ku bisa selalu ada untuk mu, aku memilih itu. Meski tak ada kita yang aku inginkan. Aku hanya mau itu. Selalu ada untuk mu. Entah saat kamu membutuhkan ku atau tidak. Hanya itu

Untuk mu yang membawa kunci hati ku, aku tau aku tak bisa memohon mu untuk terus-menerus memeberi ku kesempatan, karena itu hanya akan mengganggumu, menambah beban mu. Aku harus mengerti dan aku harus berusaha mengerti untuk tak terus menerus merengengek-rengek meminta mu  kembali bersama ku, melewati waktu dengan impian dan cita-cita kita. Meski aku ingin itu. Tapi aku yakin Tuhan lebih menginginkan kita untuk bersama lagi menjadi kita, saat aku dan kamu bisa menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Saat aku dan kamu lebih bisa menerima dengan ikhlas berjalan bersama waktu. Dan aku percaya saat Tuhan memberikan rasa ini untuk ku, dan saat aku yakin dengan rasa ku, aku harus yakin menantang diri ku, untuk apa yang bernama waktu, untuk apa yang bernama jarak, dan untuk apa yang bernama kesempatan aku bisa menunjukanya. Termasuk rasa aku bisa mengorbankanya. Karena sekali lagi percayalah keyakinan ku lebih besar dari itu semua. Bahwa ada saatNya, ada hariNya, ada waktuNya, ada tempatNya aku dan kamu bisa selamanya menjadi kita

Aku memilih satu, yaitu kamu sebagai pelengkap ku untuk menjadi kita