Sadar.
Semacam bangun, tidak tidur?, seperti itukah? Atau seperti,.. mengerti? Berarti
kalau tak mngerti sama halnya tak sadar?. Hmmt. Tak tau. Yang pasti aku sadar,
aku siapa. Aku sadar tak ada satupun yang pantas dibanggakan dari ku. Aku sadar
aku hanya perempuan biasa diantara yang istimewa. Aku juga sadar aku tak
mungkin bisa menjadi yang istimewa, karna aku tak mau itu. Tak mau disamakan
dengan yang istimewa.
Untuk semua yang biasa aku hanya melakukan
yang terbaik yang bisa aku lakukan. Aku
berusaha dalam ke-biasa-an ku untuk tetap memegang segala prinsip hidup ku.
Kalau tak ingin dicubit jangan mencubit, kalau tak ingin dipukul ya jangan
memukul. Ya seperti itulah, aku terlalu
sadar jika melakukan segala sesuatu, padahal sebenarnya terkadang kita tak perlu memikirkan segalanya jika
ingin melakukan sesuatu, salah satunya sayang. Sayang . Sayang itu tak perlu
mikir, katanya. Tapi aku selalu
berfikir, aku tak pernah ingin jadi orang ketiga yang mengusik kebahagiaan
hubungan orang lain, karna aku juga tak ingin nantinya ada orang ketiga yang
mengusik kebahagiaan ku bersama orang lain. Meskipun aku sangat menyayanginya,
tapi aku harus sadar bahwa aku harus memikirkan perasaan orang lain, berharap
orang lain juga memikirkan ku jika ingin menjadi orang ketiga dalam hubungan
ku. Yah walaupun apa yang aku inginkan tak selalu aku bisa dapatkan. Aku juga
sadar hal itu.
Aku sadar
dulu aku tak berani untuk membuka hati, untuk mempersilahkan seseorang masuk
dalam hati ku. Aku terlalu takut dan terlalu tenggelam dalam ketakutan ku, aku
sadar aku bukan seorang pengecut tapi aku juga sadar bahwa aku juga bukan
pemberani. Sampai akhirnya aku tersadar bahwa ternyata pintu hati ku telah
terbuka, entahlah, aku juga tak tau
bagaimana “kamu” yang sering aku sebut, bisa masuk dalam hati ku, aku sadar
bukan aku yang memaksa mu masuk, tapi aku juga belum sadar apakah kamu juga
menginginkan untuk memasuki hati ku. Terserah . Aku lelah memikirkan hal itu.
Aku masih
sadar jika dari sini, aku selalu menyelipkan nama mu disaat perjumpaan ku
dengan-Nya. Aku sadar aku menjadi konyol dengan setiap rasa yang aku rasakan,
tiba-tiba cemburu, saat melihat pesan singkat mu kepada perempuan lain,
tiba-tiba saja menangis, saat aku mendengar panggilan-panggilan “sayang” mu
untuk perempuan-perempuan diluar sana, tiba-tiba aku tersenyum bahagia, saat
kamu hanya sekedar mengirimkan “selamat pagi” disertai emot kiss, tiba-tiba aku
khawatir, jika aku tak menemukan ocehan mu diberanda ku, tiba-tiba aku
merasakan sesak yang sangat menyakitkan, jika aku tau kamu sedang tidak baik. Dan bukan
tiba-tiba aku sadar jika aku terlalu dalam menyimpan rasa ini.
Tapi aku juga
masih sadar jika aku bukan siapa-siapa untuk mu, bukan yang istimewa untuk mu,
bukan yang pantas mengisi hatimu, bukan yang mampu membuat mu tersenyum
bahagia. Aku sadar, kamu masih melihat kebelakang, aku sadar kamu belum bisa
focus melihat aku , ah jangankan aku
bayangan ku pun yang berada didepan mu belum tentu kamu lihat. Aku sadar masa
lalu itu lebih dalam, dan sangat dalam jika kamu dan dia masih saling mengagumi, jika kamu masih memberi
dan dia masih menerima. Aku sadar aku
tak boleh marah, tak ada alasan yang jelas
yang bisa mengijinkan ku untuk marah, tak ada status yang pasti yang
memperbolehkan ku untuk kecewa, karena sekali lagi aku sadar bahwa aku bukan
siapa-siapa, bukan masa lalu mu dan juga belum tentu masa depan mu. Aku juga
menyadari jika aku tak berharak cemburu, meski rasa itu sering menghinggapi
hati dan pikiranku, aku tak berhak menuntut tak hanya ”selamat pagi” yang kamu kirimkan,
aku tak berhak juga meminta waktu mu lebih lama jika sedang bersama ku, tapi
bolehkah aku bilang jika aku berhak …. Ah lupakan, maaf. Bukankah jika ada
pemberi berarti juga ada yang diberi dan sebaliknya jika ada yang diberi juga
berarti ada pemberi? . Bukan. Bukan maksud ku untuk memojokan mu, ah hiraukan
kata-kata ku, aku hanya ingin kau sadar juga, Bahwa sampai kapanpun aku akan
selalau menunggumu, bahwa aku tak akan pernah meninggalkanmu sedetik pun, bahwa
aku akan selalau menjaga semua rasa ini jika kamu memintanya, aku ingin kau
sadar bahwa apa yang sebernarya terjadi? Apa yang sebenarnya kamu rasakan
terhadap ku? Atau aku hanya ingin kau menyadarkanku bahwa aku terlalu
berlebihan dengan semua perasaan ku ini?, menyadarkan ku bahwa aku hanyalah
seorang perempuan biasa yang tak pantas dengan mu yang sempurna? Menyadarkan ku
bahwa aku kamu anggap sama halnya dengan perempuan-perempuan disana yang
terkadang juga kamu panggil “sayang”?, menyadarkanku bahwa aku hnayalah
pelampiasaan dari masa lalu mu?, dan menyadarkan ku bahwa kamu tak memiliki
semua rasa cemburu, senang, sedih, sakit, khawatir, bahagia seperti yang aku
rasa?
Apa kamu juga
sadar, jika kamu yang membuat ku tak sadar bahwa aku terlalu berani untuk
mendispensasi prinsip-prinsip hidup ku. Aku tak sadar jika aku terlalu berani
menyerahkan kunci hati ku yang sekarang telah kamu pegang erat, yang berarti
hanya kamu yang mampu mengendalikan seluruh hati ku, aku tak sadar jika aku
terlalu berani untuk menyandarkan kepala ku dibahamu saat aku sudah tak mampu
lagi merasakan beban ku seorang diri, aku tak sadar jika aku juga terlalu
berani menumpahkan segala ketakutan ku, kecemasan ku, kekhawatiran ku,
kelelahan ku, yang aku tenggelam kan didalam dada mu, aku juga tak sadar bahwa
aku terlalu berani untuk tak kuasa
menahan tangis ku yang selama ini aku
tutupi dengan senyum ku di depan orang lain, akhirnya pecah dihadapan mu.
Aku tak sadar
pula bahwa aku terlalu berani untuk menjadikan mu sebagai yang pertama dalam
kisah ku yang sering manusia sebut dengan istilah ini dan itu. Aku tak sadar
jika terlalau berani untuk pertama kalinya aku mengijinkan mu bermain di dalam
keluarga ku, kamu tak sadar kan bahwa selama ini tak ada sesosok teman atau
teman dekat yang aku ijinkan untuk memperkenalkan
namanya didepan keluarga ku, lagi-lagi kamu membuat ku tak sadar bahwa aku
terlalau berani untuk pertama kalinya mengijinkan tangan ku dan tubuh ku
memeluk mu erat saat aku merasa hanya ada kamu dan tak ada siapapun yang bisa
untuk aku ajak berbagi, aku tak sadar ternyata aku terlalu berani untuk memperbolehkan mu
mendaratkan rasa yang aku tak paham namanya di kening ku, aku belum sadar juga
bahwa aku terlalu berani untuk mencium
tangan mu sebagai tanda terimakasih dan doa ku menyertai mu, dan sadarkah kamu
bahwa kamulah yang membuat ku tak sadar untuk ku begitu terlampau amat berani
mengijinkan mu sebagai yang pertama kali menyentuh bibir ku. Aku pun tak ingin
menyadarkan mu bahwa kamulah yang menjadi orang pertama dalam perjalanan ku
bertumbuh dalam rasa. Dan aku tak sadar jika semua sudah seperti ini, tanpa aku
bisa mengendalikanya, tanpa aku bisa memintanya, tanpa aku bisa memohonya,
tanpa aku bisa menghentikan rasa ku yang begitu jauh, yang begitu dalam, yang
begitu hebat, aku tak ingin sadar, aku tak ingin bangun, samapai akhirnya nanti
kamu menyadarkan ku dengan bisikan lembut “aku sadar bahwa aku juga menyayangi
mu”.
#Semoga cukup
sampai dititik pertama ku ini, kamu tak menyadarkan ku, selanjutnya sadarkan
aku bahwa memang kamu yang menjadi
pertama dan terakhir ku, meskipun aku sadar aku yang biasa tak pantas untuk mu
yang sempurna.