Pagi ini, matahari tak melakukan tugas seperti biasanya,
sepertinya matahari ingin mengatakan bahwa matahari juga merasakan apa yang
sedang bergejolak diperasaan ini. Mendung tapi tak hujan, seperti itu yang
terasa. Mendung seperti rasa perasaan ini, dan hujan seperti air mata. Berat
untuk mata ini menahan agar airnya tak jatuh, tapi perasaan yang harus kuat
yang membuat air mata ini tertahan. Mendung tak berarti hujan, sepedih apa rasa
ini, tak harus aku menangisinya. Toh tangis tak akan menyelesaikan masalah,
tangis tak akan dapat mengembalikan waktu, dan tangis tak bisa membuat
kepedihan ini menjadi kebahagiaan.
Untuk apa mempertahan sesuatu yang tak mau dipertahankan,
menjaga sesuatu yang sudah tak bisa terjaga, memperhatikan apa yang sebenarnya
tak perlu diperhatikan, memaafkan sesuatu yang tak mau dimaafkan. Tak perlu
tangan itu digemgam jika tak ingin digemgam, masih banyak tangan yang
memerlukan gemgaman tangan ini.
Seberapa besarkah arti cinta untuknya? Hingga kasih yang ku
berikan tak kau pedulikan, seberapa pentingkah arti kehadiraanya? Hingga begitu
mudah untuk mu tak mengangap bayanganku, seberapa berharganya tawa yang
kauciptakan untuknya? Hingga setiap tetes air mata ini tak ada artinya,
seberapa indahkah kenangan masa lalu itu? Hingga masa depan ku tak kau
perjuangkan.
Mungkin menurut mu aku tak pernah merasakan apa yang kau
rasakan? Memang benar, kaupun juga tak merasakan apa yang aku rasakan. Kita
sama-sama tak merasakan apa yang diri kita sendiri rasakan, itu sebabnya aku
selalu menutupi setiap kepedihan ini, itu sebabnya aku menyembunyikan air mata
ini, supaya kau tak merasakan apa yang aku rasakan. Bukan karna aku kuat, tapi
karna aku ingin terlihat kuat didepan mu, bukan untuk menyombongkan diri ku, karna
aku tak ada apa-apanya dengan mu, tapi hanya untuk mengatakan kepada mu bahwa
aku kuat tanpa dia. Aku tak ingin kau
mengangap bahwa aku perlu dia, aku butuh dia, aku inginkan dia, bahkan aku
lemah tanpa dia, sehingga kau pertahankan apa yang sebenarnya kita tak
perlukan, kita tak butuhkan, kita tak
inginkan, dan kita lemah jika bersama dia.
Waktu sudah menjadi saksi, walaupun waktu tak pernah memuji
kehebatan mu, aku pun menjadi mengerti bahwa kau sangat hebat, walaupun mulut
ku tak pernah mengeluarkan pujian itu. Tak perlu banyak mata yang menyaksikan
ketangguhan mu, tak perlu banyak telingga yang mendengar semanggat mu, tak
perlu banyak mulut yang mendorong mu untuk maju, karena waktu yang akan
memberitakanya, cukup kita diam dan bergerak, dan ijinkan Tuhan yang bekerja.
Aku pasti akan kehilangan, pasti, walaupun selama ini aku
tak pernah menganggapnya. Tapi aku akan mendapat kedaimaian, yang selama ini
aku tak pernah merasakanya. Sorot mata mu mengatakan ini pasti sangat berat,
walaupun ini bukan hal yang pertama untuk mu, dan itu yang selama ini menjadi
alasan mu. bukankah malah lebih mudah jika kamu telah mengalaminya? Walaupun
tetap pasti rasanya sakit, aku mengerti itu karena akupun sering merasakan
sakit itu meski sudah berulangkali aku disakiti. Dan untuk apa kamu menahan
kebahagiaan mu, untuk membahagiakanya?
waktupun mengerti bahwa dia tak bahagia bersamamu, lalu untuk apa?,
harus dengan cara apa lagi aku menyadarkan mu dari mimpi mu, mimpi bahwa
nantinya kita dan dia akan bahagia? Itu
mimpi, dan aku ingin membagunkanmu karena kita hidup di dunia yang nyata, bukan
didunia mimpi.
Dan akhirnya pagi ini dengan mendungnya perasaan yang
kurasakan, dan kuatnya mata ini untuk menahan airnya, aku dan waktu, mendengar keikhlasan mu, bukan
untuk ku, tapi untuk mu. ada sesutu yang harus diperjuangkan dan dikorbankan,
butuh keberanian dan kesiapan untuk menggapai apa yang kita inginkan.