Kamis, 06 Juni 2013

perindu yang merindu

Hujan, terimakasih telah menemani ku bersama rasa  ku. Aku senang jika kau hadir, karena tak perlu aku berlari ke kamar lalu menutup pintu, menenggelam kan wajah ku dibawah buku dan memutar music karas, karena itu hanya akan menimbulkan kecurigaan. Namun jika kau hadir aku tinggal berlari menghampiri mu dan menyembunyikan tangis ku di bawah rintik mu. aku seneng jika kau hadir karena suara mu, aku bisa menyembunyikan getaran suara tangis ku tanpa aku harus menahanya, sesak. Aku senang jika kau hadir karena aku masih bisa memperlihatkan sukacita ku diatas kepedihanku, dengan menari bersamamu. Dan jika kau hadir aku merasa bahwa Tuhan juga menangis saat melihat ku kesakitan ketika rindu menghampiri ku.

Apa kamu bosan jika terus menjemputku dan mengantarkan ku?. Aku? Kamu bertanya pada ku? Jelas aku tak pernah bosan, aku menantikan mu. aku kesepian, hanya kamu, rembulan dan mentari yang mau bergantian menemani ku. Tak apa, aku sudah terbiasa, meski tak baik tapi aku baik-baik saja, walau banyak aktifitas yang harus aku kerjakan di luar rumah, kamu tak perlu mengantarkan atau menemani ku untuk kali ini saja. Tapi tolong sampaikan pada rembulan supaya dia memberikan cahayanya untuknya yang sedang sibuk beraktifitas. Hujan, apa menurut mu aku terlalau pengecut karena tak berani mengirimkan pesan semangat untuk nya? Ah aku takut mengganggu kesibukanya. Sibuk dengan apa, siapa, atau sibuk kenapa aku juga tak tau, dan ternyata benar tidak semua hal tentang nya akau tau. Aku juga tak ingin mencari tau, berharap dia datang mengetuk pintu rumah hanya untuk sekedar menceritakan atau bahkan berkeluhkesah dipundak ku. 

Iya, benar, terlalu muluk harapan ku jika dia datang, harusnya aku berharap dulu dia mengirim pesan untuk ku. Pesan yang tak hanya mentari yang menyaksikanya, tapi kamu, juga rembulan ikut menyaksikanya. Aku tidak mengharuskan, tidak sama sekali aku hanya khawatir. Kamu mendengarkan juga kan saat aku berbincang denganNya, meminta padaNya, agar Dia menjaganya supaya  selalu baik-baik saja. Bukankah aku, sebagai perindu memang harus terkadang merelakan kecintaan ku untuk kesenanganya, kesenangan apa?. terserah
Malam ini, dari atas sini melihat yang tak bisa dilihat dari dekat, dan merasa yang terkadang sulit dirasa saat dekat. Aku mananti mu hujan, aku dilanda rindu, aku tak ingin memperlihatkan kegundahan ku, aku ingin menari bersama mu. Kenapa kamu menghilang hujan, tak bisa aku menitipkan padamu. Tapi masih ada kamu rembulan yang menemani ku. Aku titip “rindu” ku untuknya, rindu yang sering datang dan membuat ku merasa sesak, rindu yang tak bisa aku cegah, rindu yang selalu memeluk ku.terlalu sering aku melihat layar pesan ini, berharap ada nama nya muncul, tapi ah.. hanya ada pesan-pesan dari nya yang tersimpan rapi di kotak ini. Menjadi obat disaat rindu itu menjamah ku. Bagaimana bisa aku mengungkapkan ridu ku jika tak ada komunikasi, jika setiap ucapan ku tak dibalasnya rembulan.

Aku merindukanya rembulan, merindukan senyumanya, suaranya, matanya, rengkuhanya, jemarinya, langkahnya. Ah kenapa harus ada rindu, karena tak ada waktu untuk bersua?, karena tak ada dua bibir yang saling berucap?, karena tak ada suara yang saling menggetarkan?, karena tak ada mata yang saling memandang?, tak ada hangat dekapan?, tak ada jemari-jemari yang saling menari? Dan tak ada kaki yang saling beriringan?. Aku bisa menciptakan rindu rembulan, tapi kenapa aku tak bisa menciptakan waktu. Bodoh. Aku bukan Tuhan!! 

Yah. ku kira kamu tak datang, ternayata  hujan menjemputku lagi. Aku sudah terlanjur menitipkan pada rembulan, tapi tak apa, seperti biasa aku titip pesan untuknya “aku masih menunggumu”. Sekarang ada hujan juga rembulan, aku tak kesepian ya.. mulut ku berucap seperti itu, tapi hati ku? Sepi.. tak ada kamu yang aku rindu. Terimakasih hujan untuk kesetiaan mu, yang mengantar dan menjemput ku. Terimakasih Tuhan untuk setia yang kau berikan kepada ku untuknya. Yah untuk nya, ah aku tak ingin meneruskan kalimat ku. Bukankah setia bukan berarti selalu ada dekat pasangan, tapi setia adalah selalu menutup hati untuk orang lain meski tak ada pasangan. Iya,meski ada A, B, C,D bahkan Z, aku terlampau setia, bukan untuk mereka yang merindukan ku, tapi dia yang aku rindukan.

Aku tak merindukan ice cream yang selalu mereka bawa, aku tak merindukan selamat pagi, siang, sore, bahkan malam yang mereka kirimkan, aku tak merindukan kepastian, kejelasan yang mereka tawarkan, aku tak merindukan kehadiran atau sosok yang mereka ciptakan. Aku merindukan dia, mentari. Merindukan dia yang walau hanya memberikan selamat pagi untuk mu, merindukan dia bersama celotehanya yang jarang aku dengarkan, merindukan tingkah konyolnya yang tak setiap hari aku melihatnya, merindukan mimic wajahnya yang selalu menggoda ku, aku merindukan gelak tawanya yang membuat ku lepas, merindukan tatapanya yang bisa membuat ku tersipu malu, merindukan suara degup jantungnya yang membuat ku merinding, merindukan genggaman tanganya yang selalu basah. Aku merindukanya. Aku merindukanya. Aku merindukanya mentari. Aku perindu yang merindukanya.

Aku memang sedang tidak baik. Makasih karena telah mengantarkan ku sampai rumah hujan. Terlalu kacau hari ini untuk ku, terlalu padat aktifitas ku hari ini, terlalau banyak orang-orang yang memebuat ku sakit hari ini, dan terlalu rindu aku pada nya. Mentari tak menitipkan sesuatu apapun darinya untuk ku hujan, mungkin itu aku menjadi uring-uringan hari ini, pesan ku pun tak dibalas olehnya, ah tak apa sudah terbiasa. Aku juga tak mengharapkan balasan apapun aku tulus melakukan itu semua, rembulan juga menyaksikanya, biarlah aku ikhlas. Aku ikhlas menjadi perindu..

Perindu yang merindu
Perindu yang tak ingin mengganggu aktifitasnya
Perindu yang menahan semua rasa, agar tak ada yang tersakiti
Perindu yang selalu membawa namanya dalam perbincangan nya dengan Nya
Perindu yang merindukan bahwa dia juga merindu

#perindu yang tak ingin merasakan rindu, tapi yang ingin merasakan pertemuan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar