Hujan,
terimakasih telah menemani ku bersama rasa
ku. Aku senang jika kau hadir, karena tak perlu aku berlari ke kamar
lalu menutup pintu, menenggelam kan wajah ku dibawah buku dan memutar music
karas, karena itu hanya akan menimbulkan kecurigaan. Namun jika kau hadir aku
tinggal berlari menghampiri mu dan menyembunyikan tangis ku di bawah rintik mu.
aku seneng jika kau hadir karena suara mu, aku bisa menyembunyikan getaran
suara tangis ku tanpa aku harus menahanya, sesak. Aku senang jika kau hadir
karena aku masih bisa memperlihatkan sukacita ku diatas kepedihanku, dengan
menari bersamamu. Dan jika kau hadir aku merasa bahwa Tuhan juga menangis saat
melihat ku kesakitan ketika rindu menghampiri ku.
Apa
kamu bosan jika terus menjemputku dan mengantarkan ku?. Aku? Kamu bertanya pada
ku? Jelas aku tak pernah bosan, aku menantikan mu. aku kesepian, hanya kamu,
rembulan dan mentari yang mau bergantian menemani ku. Tak apa, aku sudah
terbiasa, meski tak baik tapi aku baik-baik saja, walau banyak aktifitas yang
harus aku kerjakan di luar rumah, kamu tak perlu mengantarkan atau menemani ku
untuk kali ini saja. Tapi tolong sampaikan pada rembulan supaya dia memberikan
cahayanya untuknya yang sedang sibuk beraktifitas. Hujan, apa menurut mu aku terlalau
pengecut karena tak berani mengirimkan pesan semangat untuk nya? Ah aku takut
mengganggu kesibukanya. Sibuk dengan apa, siapa, atau sibuk kenapa aku juga tak
tau, dan ternyata benar tidak semua hal tentang nya akau tau. Aku juga tak
ingin mencari tau, berharap dia datang mengetuk pintu rumah hanya untuk sekedar
menceritakan atau bahkan berkeluhkesah dipundak ku.
Iya,
benar, terlalu muluk harapan ku jika dia datang, harusnya aku berharap dulu dia
mengirim pesan untuk ku. Pesan yang tak hanya mentari yang menyaksikanya, tapi
kamu, juga rembulan ikut menyaksikanya. Aku tidak mengharuskan, tidak sama
sekali aku hanya khawatir. Kamu mendengarkan juga kan saat aku berbincang
denganNya, meminta padaNya, agar Dia menjaganya supaya selalu baik-baik saja. Bukankah aku, sebagai
perindu memang harus terkadang merelakan kecintaan ku untuk kesenanganya,
kesenangan apa?. terserah
Malam
ini, dari atas sini melihat yang tak bisa dilihat dari dekat, dan merasa yang
terkadang sulit dirasa saat dekat. Aku mananti mu hujan, aku dilanda rindu, aku
tak ingin memperlihatkan kegundahan ku, aku ingin menari bersama mu. Kenapa
kamu menghilang hujan, tak bisa aku menitipkan padamu. Tapi masih ada kamu
rembulan yang menemani ku. Aku titip “rindu” ku untuknya, rindu yang sering datang
dan membuat ku merasa sesak, rindu yang tak bisa aku cegah, rindu yang selalu
memeluk ku.terlalu sering aku melihat layar pesan ini, berharap ada nama nya muncul, tapi ah.. hanya ada pesan-pesan dari nya yang tersimpan rapi di kotak ini. Menjadi obat disaat rindu itu menjamah ku. Bagaimana bisa aku mengungkapkan ridu ku jika tak ada komunikasi, jika setiap ucapan ku tak dibalasnya rembulan.
Aku
merindukanya rembulan, merindukan senyumanya, suaranya, matanya, rengkuhanya,
jemarinya, langkahnya. Ah kenapa harus ada rindu, karena tak ada waktu untuk bersua?,
karena tak ada dua bibir yang saling berucap?, karena tak ada suara yang saling
menggetarkan?, karena tak ada mata yang saling memandang?, tak ada hangat
dekapan?, tak ada jemari-jemari yang saling menari? Dan tak ada kaki yang
saling beriringan?. Aku bisa menciptakan rindu rembulan, tapi kenapa aku tak
bisa menciptakan waktu. Bodoh. Aku bukan Tuhan!!
Yah.
ku kira kamu tak datang, ternayata hujan
menjemputku lagi. Aku sudah terlanjur menitipkan pada rembulan, tapi tak apa,
seperti biasa aku titip pesan untuknya “aku masih menunggumu”. Sekarang ada
hujan juga rembulan, aku tak kesepian ya.. mulut ku berucap seperti itu, tapi
hati ku? Sepi.. tak ada kamu yang aku rindu. Terimakasih hujan untuk kesetiaan
mu, yang mengantar dan menjemput ku. Terimakasih Tuhan untuk setia yang kau
berikan kepada ku untuknya. Yah untuk nya, ah aku tak ingin meneruskan kalimat
ku. Bukankah setia bukan berarti selalu ada dekat pasangan, tapi setia adalah
selalu menutup hati untuk orang lain meski tak ada pasangan. Iya,meski ada A,
B, C,D bahkan Z, aku terlampau setia, bukan untuk mereka yang merindukan ku,
tapi dia yang aku rindukan.
Aku
tak merindukan ice cream yang selalu mereka bawa, aku tak merindukan selamat
pagi, siang, sore, bahkan malam yang mereka kirimkan, aku tak merindukan
kepastian, kejelasan yang mereka tawarkan, aku tak merindukan kehadiran atau
sosok yang mereka ciptakan. Aku merindukan dia, mentari. Merindukan dia yang walau
hanya memberikan selamat pagi untuk mu, merindukan dia bersama celotehanya yang
jarang aku dengarkan, merindukan tingkah konyolnya yang tak setiap hari aku
melihatnya, merindukan mimic wajahnya yang selalu menggoda ku, aku merindukan
gelak tawanya yang membuat ku lepas, merindukan tatapanya yang bisa membuat ku
tersipu malu, merindukan suara degup jantungnya yang membuat ku merinding,
merindukan genggaman tanganya yang selalu basah. Aku merindukanya. Aku
merindukanya. Aku merindukanya mentari. Aku perindu yang merindukanya.
Aku
memang sedang tidak baik. Makasih karena telah mengantarkan ku sampai rumah
hujan. Terlalu kacau hari ini untuk ku, terlalu padat aktifitas ku hari ini, terlalau
banyak orang-orang yang memebuat ku sakit hari ini, dan terlalu rindu aku pada
nya. Mentari tak menitipkan sesuatu apapun darinya untuk ku hujan, mungkin itu
aku menjadi uring-uringan hari ini, pesan ku pun tak dibalas olehnya, ah tak
apa sudah terbiasa. Aku juga tak mengharapkan balasan apapun aku tulus
melakukan itu semua, rembulan juga menyaksikanya, biarlah aku ikhlas. Aku
ikhlas menjadi perindu..
Perindu
yang merindu
Perindu
yang tak ingin mengganggu aktifitasnya
Perindu
yang menahan semua rasa, agar tak ada yang tersakiti
Perindu
yang selalu membawa namanya dalam perbincangan nya dengan Nya
Perindu
yang merindukan bahwa dia juga merindu
#perindu yang tak ingin merasakan rindu,
tapi yang ingin merasakan pertemuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar